Makanan atau menu yang lezat dan penghargaan bintang
Michelin – semacam rating untuk restoran dan hotel -- berarti restoran itu
dihiasi dengan lampu gantung, taplak meja putih, dan pelayan anggun dengan
aksen elegan. Bisa jadi tak banyak orang yang memperhatikan bagaimana para pramusaji
restoran itu membungkuk badannya saat menghidangkan makanan di meja tetamu.
Namun saat ini fenomena itu mungkin beberapa mengalami
perubahan. Banyak juga cerita atau postingan di instagram yang menunjukkan orang-orang
antri untuk duduk di restoran mie yang ramai. Mereka dengan penuh semangat mencari
restoran yang menyediakan burger atau kentang goreng organik dan sausnya buatan sendiri.
Resto hotel bintang lima di Bandung, Jakarta dan sebagainya
kini banyak yang menyediakan menu organic dan untuk vegetarian. Millenial
seperti Helga Angelina Tjahjadi (28) rela meninggalkan zona nyamannya di
Belanda dan kembali ke Tanah Air untuk mewujudkan mimpinya di bisnis makanan
sehat berbasis lingkungan, Burgreens.
Helga adalah Co-founder Burgreens Organic Eatery and Home
Delivery, sebuah restoran makanan sehat berbasis makanan nabati dan organik di
Jakarta yang berdiri sejak November 2013. Bersama sang suami, Max Mandians, melalui
Burgreens, Helga berusaha memecah mata rantai distribusi bahan mentah yang acap
kali merugikan petani. Caranya, mereka membeli bahan baku langsung dari petani
dan memberdayakan perempuan berpendidik.
Dalam buku Smart
Casual, Alison Pearlman menunjukkan meningkatnya informalitas dalam desain
restoran Amerika kontemporer saat ini. Desain, menurut Pearlman, bukanlah
semata-mata urusan arsitektur. Dalam
desain, ada korelasi antara rasa dan status sosial dimana batas antara kelas
yang tinggi dan rendah dibuat sefleksibel mungkin sehingga memungkinkan
seseorang untuk mencoba dan makan segalanya namun tetap dalam koridor keramahtamahan.
Baru-baru ini, publik Indonesia banyak mendiksuiskan soal
Society 5.0, konsep strategis bagian dari Kebijakan Dasar tentang Ekonomi dan
Manajemen Fiskal dan Reformasi Jepang tahun 2016. Konsep ini mengasumsikan
bahwa teknologi menciptakan perubahan
dramatis yang secara mendasar mengubah masyarakat dan inovasi.
Secara tradisional, inovasi yang didorong oleh teknologi bertanggung
jawab bagi pengembangan sosial. Di masa mendatang, dalam konsep Society 5.0,
harus ada perubahan cara berpikir yang berfokus pada bagaimana membangun masyarakat sehingga mereka
bahagia dan memberikan rasa berharga.
Tidak seperti Leisure Class yang digambarkan Thorstein
Veblen, driver dari Society 5.0 adalah mewujudkan masyarakat super pintar (a
super smart society). Ini dicirikan oleh pengakuan abhawa kebutuhan masyarakat berbeda
dan dipenuhi dengan menyediakan produk dan layanan yang diperlukan dalam jumlah
yang diperlukan, kepada orang-orang yang membutuhkannya ketika membutuhkannya,
dan dalam di mana semua orang dapat menerima layanan berkualitas tinggi dan
menjalani kehidupan yang nyaman dan bersemangat.
Dalam buku The Theory
of the Leisure Class (Oxford University Press, 2009), Thorstein Veblen menggambarkan keserakahan dan pemborosan masyarakat
kaya Amerika. Veblen mengkritik kehidupan modern mulai dari pakaian, kelas,
posisi wanita, dekorasi rumah, industri, bisnis, dan olahraga, hingga agama,
beasiswa, dan pendidikan. Kelas ini, kata Veblen,lahir bersamaan dengan
lahirnya konsep kepemilikan.
Leisure Class muncul melalui diferensiasi antara pekerjaan
laki-laki dan perempuan di tahap awal perkembangan umat manusia. Perempuan,
Veblen berpendapat, adalah benda pertama yang harus dimiliki, diikuti dengan
makan dan peralatan berburu serta hal-hal berguna lainnya. Namun kelas disini bukanlah
sebuah komunitas. Mereka ini hanya mewakili basis aksi sosial yang mungkin dan
sering terjadi.
Veblen mengarahkan sebagian besar kritiknya terhadap leisure class, sebuah kelompok kaya dan berlebihan
yang dengan sia-sia dan tanpa henti menunjukkan posisi sosial dan ekonomi
mereka. Mereka secara sadar mempertontonkan barang-barang material, dan banyak
di antaranya adalah barang yang tidak berguna dan berfungsi.
Dalam buku klasik itu, yang menciptakan ungkapan tentang konsumsi
yang mencolok mata, Veblen menggambarkan kesembronoan kelas atas: pria yang
menggunakan tongkat jalan untuk pertunjukan, dan wanita yang membeli sendok
garpu perak meskipun efektivitas peralatan aluminium tidak lebih rendah tapi harganya
lebih murah.
Satu abad setelah Veblen menulis Theory of the Leisure Class, perubahan besar dalam teknologi dan
globalisasi telah mengubah cara orang bekerja, hidup, dan mengkonsumsi.
Revolusi Industri dan kecanggihan manufaktur keduanya menciptakan kelas
menengah dan mengurangi biaya barang-barang material sehingga konsumsi yang
mencolok telah menjadi perilaku umum. Secara bersamaan, kelas rekreasi telah
digantikan oleh elit baru, yang didasarkan pada meritokrasi, perolehan
pengetahuan dan budaya, dan batasan yang semakin kabur diantara posisi ekonomi
mereka.
Kelas leisure, kata Elizabeth Currid-Halkett, kini digantikan
oleh elite baru. Penggantinya adalah orang-orang berpendidikan tinggi dan gagasan
serta perilakunya sangat diinspirasi lebih karena modal budaya.
Pengelompokannya bukan sekadar didasarkan pada pendapatan, meski tetap pada
tuntutan ekslusivitas.
Mereka cenderung membeli dan mengonsumsi produk organik,
membawa tas jinjing NPR music, dan menyusui bayi mereka. NPR atau National
Public Radio adalah sebuah organisasi media non-profit yang didanai oleh swasta
dan publik, yang diluncurkan pada November 2007 untuk menyajikan pemrograman
musik radio publik dan konten editorial tentang penemuan musik.
Kelas baru itu peduli pada konsumsi yang bijak dan tidak
mencolok ― seperti makan ayam kampung dan tomat, mengenakan kemeja katun
organik dan sepatu TOM, dan mendengarkan podcast. Mereka menggunakan daya beli
mereka untuk mempekerjakan pengasuh dan pembantu rumah tangga, untuk
menumbuhkan pertumbuhan anak-anak mereka, dan untuk berlatih yoga.
Dalam The Sum of Small Things, Elizabeth Currid-Halkett menjuluki segmen masyarakat ini "kelas aspirasional" dan membahas bagaimana, melalui keputusan yang cekatan tentang pendidikan, kesehatan, pengasuhan, dan pensiun, kelas aspirasional mereproduksi kekayaan dan mobilitas ke atas, memperdalam yang pernah ada Pembagian kelas yang lebih luas.
Banyak perubahan yang terjadi sejak publikasi pertama buku The Theory of the Leisure Class tahun 1899.
Menurut Currid-Halkett, kekuatan produk material sebagai simbol status dan posisi
sosial telah berkurang karena aksesibilitasnya. Dulu suatu produk disebut
prestisius karena sedikit orang yang menggunakan. Kini makin banyak orang yang
mengonsumsi atau menggunakan produk yang dulu disebut eksklusif itu.
Pergeseran ini membuat kelas aspirasional mengubah kebiasaan
konsumsinya dari materialisme terbuka menjadi pengeluaran yang lebih tersamar
meski motivasinya tidak berubah, yakni untuk mengungkapkan status dan pengetahuan. Transformasi
ini memengaruhi cara banyak orang menentukan pilihannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar