McDonald's adalah merek kontroversial. Ia dikagumi kalangan
periklanan yang mungkin sama tingkatannya dengan kebencian di kalangan penggiat
kesehatan. Tahun lalu, belanja iklannya mencapai US$ 532,9 juta
(https://www.statista.com/statistics/286541/mcdonald-s-advertising-spending-worldwide/.)
Oktober 2014 lalu, McDonald's melakukan kampanye besar “Our Food, Your Questions” sebagai upaya untuk
menunjukkan transparansi dan keterbukaan. Menurut time.co, McDonald's
menghadapi masalah image yang serius karena dianggap memproduksi makanan yang tidak
sehat. Untuk mengatasi masalah tersebut, McDonald's membuka pintu bagi publik
yang ingin menanyakan segala hal tentang produk
McDonald's, semisal bagaimana sosis dibuat sehingga dapat memenangkan
hati konsumen.
McDonald's menyadari bahwa di sekitarnya orang memiliki
pertanyaan besar tentang kualitas dan asal-usul makanan mereka. Jadi perusahaan
yang melayani 28 juta orang setiap hari di AS itu sekarang menjanjikan jawaban
yang lugas atas pertanyaan yang diajukan warga. McDonald's juga merilis apa
yang terjadi di balik dapurnya dengan mempublikasikan sketsa dan infografik di web
yang menggambarkan proses produksi di
balik produk-produknya seperti McNugger dan McRib.
McDonald's juga mempublikasikan proses daging yang
digunakannya mulai dari peternakan ke restoran. Yang mungkin penting bagi McDonald's
adalah komitmennya untuk mendengarkan uneg-uneg pelanggan, yang mengajukan pertanyaan
secara online dan McDonald's menjawabnya dengan jujur secara real time.
Tidak cukup itu saja, McDonald's juga memasukkan profesional
yang skeptis dan mantan
"MythBusters" Grant Imahara, dan testimoninya ditampilkan
dalam serangkaian video yang membahas keraguan dan pertanyaan bertubi-tubi dari
konsumen.
“Kami tahu beberapa orang - baik penggemar dan yang skeptis
terhadap McDonald - terus bertanya-tanya tentang makanan kami dari sudut
pandang bahan-bahan atau bagaimana makanan disiapkan di restoran. Ini adalah
langkah kami untuk memastikan kami melibatkan orang-orang dalam dialog dua-arah
tentang makanan kami dan menjawab pertanyaan dan menanggapi komentar mereka, ”
kata Kevin Newell, kepala-merek dan strategi EVP McDonald's USA seperti dikutip
BurgerBusiness.com.
Hingga saat itu, publik belum faham benar proses yang
terjadi di balik dapur McDonald. Rantai pasokan perusahaan yang begitu panjang,
dan sumber bahan baku yang berasal dari beragam lokasi dan fasilitas, bisa jadi
membuat tidak mungkin tur, sketsa, atau
infografis menunjukkan lebih banyak informasi tentang yang terjadi di
peternakan, pabrik, dan pengolahannya.
Seperti yang diduga semula, tidak semua pertanyaannya
bernada sopan. Akan tetapi McDonald tetap dengan cara mereka menjawab
pertanyaan tersebut dengan cara yang baik dan lucu. Misalnya, ada pertanyaan "Apakah
daging Anda terbuat dari karton?" Alih-alih menyensor pertanyaan itu,
McDonald menjawabnya: "Sama sekali tidak. Kami tidak berpikir kardus akan
terasa sangat enak di burger kami.”
Langkah yang dilakukan itu berarti memberi banyak orang
kesempatan untuk berinteraksi dengan merek McDonald's. Dengan memposting
pertanyaan dan mendapatkan tanggapan, McDonald segera merasa kurang seperti
perusahaan yang memiliki image dan lebih sebagai sekelompok orang kebanyakan.
Ini yang membuat orang cenderung menyukainya.
Setelah McDonald menjawab pertanyaan itu secara online,
setiap orang lain yang memiliki pertanyaan yang sama, bisa jadi menguji jawaban
itu di Googles. Mereka yang sepaham dengan McDonald meneruskan pesannya ke yang
lain dan seterusnya.
Kemajuan teknologi social media dan komunikasi dua arah lainnya
yang disediakan oleh internet dan jejaring sosial telah mendorong terjadinya pertukaran
konten yang luar biasanya, tidak hanya antara konsumen dan merek tetapi juga di
antara konsumen. Konsumen kini memiliki pengaruh yang lebih besar teradap manajemen
merek.
Perilaku sosial mereka di internet memungkinkan peningkatan
keterlibatan dengan merek karena terjadinya interaksi dan hubungan. Kemudahan
dalam berbagi pesan dalam jaringan itu sendiri dan di antara jaringan yang
berbeda melipatgandakan visibilitas objek bahwa audiens juga menghasilkan
konten sensitive.
Pertanyaannya adalah apakah kemunculan konten yang dibuat
pengguna telah mengurangi kedigjayaan merek? Diakui atau tidak, pengungkapan
masalah atau suara negative yang lebih besar tentang merek akan meningkatkan
tingkat krisis citra. Itu sebabnya, melindungi merek melalui manajemen krisis
telah menjadi semakin menarik bagi organisasi.
Disini pengelola tertantang untuk memantau isu-isu tentang perusahaan?
Positifnya, informasi internal dan eksternal dapat membantu dalam tindakan ini.
Yang jadi persoalannya, terkadang informasi dari internal juga tak terarah.
Disini manajer kontemporer harus siap untuk membuat keputusan dalam
pengendalian-pengurangan informasi dan peningkatan kecepatan, variasi dan
volume skenario informasi.
Yang juga bermasalah jika, di satu sisi, merek tidak pernah
begitu sensitif, di sisi lain, para manajer tidak pernah memiliki begitu banyak
informasi yang tersedia untuk mencegah dan mengidentifikasi masalah yang dapat
menyebabkan krisis.
Emosi memengaruhi keputusan yang dibuat oleh individu.
Krisis dalam sebuah organisasi sering menyebabkan kemarahan di ruang publik;
terutama media social. Dalam konteks ini, strategi respon krisis yang diarahkan
pada khalayak media sosial harus bertujuan untuk memberikan informasi yang
membantu untuk mengatasi situasi krisis kepada publik yang terkena dampak.
Teoritis, pemahaman tentang respons emosional publik dan strategi
penanggulangan selama krisis akan membantu manajer krisis organisasi
mengembangkan strategi manajemen krisis yang efektif untuk membangun kembali
kepercayaan dan memulihkan kepercayaan dalam organisasi.
Mendengarkan umpan balik, termasuk yang negatif atau
komentar nynyir, adalah langkah penting agar interaksi tetap berjalan. Seringkali, ketika orang marah, mereka hanya
ingin merasa didengar. Karena itu kemampuan menahan untuk membalas umpan balik
negatif adalah keterampilan yang penting. "Ketika saya mendapatkan
umpan balik negatif saya mencoba untuk mengikuti proses dua langkah refleks dan
flush," kata David Hoffeld, seorang choach di bidang penjualan.
Ketika mendapat komentar negative, lebih bijak bila bertanya
pada diri sendiri, apa yang dapat saya pelajari dari umpan balik tersebut? Apa
pelajarannya? Haruskah saya membuat perubahan? Setelah memutuskan apa yang akan
dilakukan, ini pada dasarnya secara mental menyiratkan umpan balik.
“Saya tidak ingin untuk memikirkan sesuatu yang negatif. Jadi, begitu saya memiliki rencana tindakan, saya selesai dengan memikirkan umpan balik dan saya akan memfokuskan kembali pikiran saya pada hal lain dan melanjutkan," kata Hoffeld sebagaimana dikutip www.inc.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar