*JAM 6 TENG*
Dalam literatur akademis (Held and McGrew, 2007), ada tiga
perspektif yang berbeda mengenai globalisasi: perspektif globalis, perspektif
tradisionalis, dan perspektif transformasional.
Globalis melihat globalisasi sebagai perkembangan yang tak
terelakkan yang tidak dapat dilawan atau dipengaruhi secara signifikan oleh
campur tangan manusia, terutama melalui institusi politik tradisional, seperti
negara-negara bangsa.
Kaum tradisionalis berpendapat bahwa pentingnya globalisasi
sebagai fase baru telah dilebih-lebihkan. Mereka percaya bahwa sebagian besar
kegiatan ekonomi dan sosial bersifat regional, bukan global, dan mereka masih
melihat peran penting keberadaan negara-bangsa.
Transformasionalis berpendapat bahwa globalisasi mewakili
pergeseran yang signifikan, namun mempertanyakan keniscayaan dampaknya. Mereka
berpendapat bahwa masih ada ruang lingkup yang signifikan untuk kelembagaan yang
bersifat nasional, lokal, dan lainnya.
Meningkatnya mobilitas barang dan orang dalam skala global
telah menantang sebagian orang untuk mendefisinikan ulang definisi tempat tradisional, statis, dan universal. Dalam
konteks tempat tujuan wisata, misalnya, pembangunan tempat yang diarahkan
sebagai tujuan wisatawan melibatkan mobilisasi strategis sumber daya yang
memunculkan gagasan global-lokal.
Pada 2012, seorang penliti Gao, mempelajari sebuah situs
wisata, West Street, di Yangshuo County, China. Disitu dia mendapatkan gambaran
tentang perubahan dari konsep tentang tempat.
Dulu, kawasan
perumahan merupakan sekadar kumpulan warga dan tetangganya, kini berangsur-angsur
berubah menjadi 'desa global' bagi turis lokal. Salah satu keunggulannya adalah
sebagian memanfaatkan bahasa Inggris sebagai identitas wilayah itu.
KIni, West Street penuh dengan toko-toko kerajinan,
kaligrafi dan toko pengecatan, kafe, bar, dan rumah Kung Fu Cina. Ini juga
tempat berkumpulnya sejumlah orang untuk berbisnis. Disini terdapat lebih dari
20 bisnis yang dimiliki oleh orang asing. Tempat itu disebut 'desa global',
karena semua penduduk setempat bisa berbicara bahasa asing.
Gao menganalisis County Chronicles, laporan media, materi
promosi di situs web pemerintah daerah, dan mewawancarai pemilik bisnis asing
dan lokal di West Street untuk mengungkap bagaimana perangkat linguistik
digunakan untuk melokalisasi globalisme di lokasi pariwisata.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa 'desa global'
di Yangshuo bukan sekadar westernisasi, namun sebuah konstruksi sosial yang
signifikansinya sesuai dengan ideologi bahasa dan budaya di tingkat masyarakat.
Yang menarik adalah, bagaimana nilai-nilai tradisonal masih dipertahankan dan
tidak luluh dalam keeragaman global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar