Innalillahiwainnailaihirojiun. Sabtu (8 Mei 2021) seorang
teman nge-WA mengabarkan kepulangan sahabat saya Toriq Hadad. Saya juga pasti
menyusulnya, entah kapan hanya Allah yang tahu.
Pagi ini (9 Mei 2021) saya membuka kembali chat WA saya dengan Toriq. Saya mencoba mengkilas balik percakapan saya dengan Toriq sambil mengenang masa lalu.
Toriq angkatan 16 (masuk tahun 1979) IPB. Saya angkatan 17 (masuk tahun 1980). Waktu mahasiswa dia jualan majalah Tempo di kampus IPB Baranasngiang, Bogor. Dia pehobbi sepakbola. Perkenalan saya dengan Toriq saat sama-sama KKN di Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara tahun 1983. Saat KKN kami pernah satu Tim sepakbola melawan Tim Muspika yang sebagian besar anggotanya adalah personel Koramil. Kami dicukur habis dg skor 8:0..
Setelah lulus, kami sama-sama memilih jadi wartawan. Saya
masuk koran Jawa Pos tahun 1985, Toriq bergabung dengan Tempo tahun 1984. Tahun
1987an Troriq menjadi Kabiro Tempo Jawa Timur. Kalau nggak salah waktu itu
kantor Tempo Biro Jawa Timur di Kembang Jepun menempati sebuah ruangan di
gedung Jawa Pos Kembang Jepun. Tapi saya nggak sempat ketemu Toriq karena tahun
1986 saya dipindah ke Jakarta. Saya cuma 6 bulan di Surabaya.
Lama tidak ketemu sampai saya kerja ke Harian Berita Buana
dan selanjutnya ke Republika. Ketemu Toriq justru pas ada demo protes
pembredelan tiga media, Majalah Tempo, Tabloid Detik, dan Majalah Editor di
Monas.
Kami sempat beda jalan sewaktu pembredelan Majalah Tempo.
Toriq di Majalah Tempo yang dibredel karena pembelian kapal perang ex Jerman.
Saya di Republika (koran ICMI yang identik dg Habibie). Waktu ketemu di Monas
(demo pembredelan), Toriq nanya, "Ed gimana?" (Maksudnya ceritanya
versi Republika).
Saya bilang, "Saya juga heran. Yang memberitakan
pertama kali kan Republika."...
Pemberitaan di Republika itu isinya tentang palka salah satu
kapal yang pecah terhempas ombak dalam perjalanan dari Jerman Timur ke
Indonesia. Saya lupa di perairan mana persisnya. Republika menurunkan berita
itu mengutip kantor berita Reuter. Cukup panjang perdebatan apakah Republika
menurunkan berita itu atau tidak. Pimpinan Republika nggak berani memutuskan
(kejadian sama saat memberitakan tokoh Petisi 50 yang diundang Habibie ke
IPTN).
Saya selaku Redaktur Pelaksana penanggungjawab halaman satu
bersikukuh memberitakan. Alasan saya, karena beritanya dari Reuters, koran2
lain pasti memberitakannya. Jadi sangat lucu kalau Republika tidak
memberitakan. Akhirnya berita itu dimuat di halaman satu tapi cuma satu kolom.
Besoknya ternyata tak ada satupun koran yang memberitakannya..
Alhamdulillah, beberapa tahun terakhir komunikasi – meski jarang
ketemu – akrab. Kami sama-sama ada dalam WAG jurnalis alumni IPB. Tahun 2015an,
Toriq saya undang FGD tentang Papua di CARE IPB dan hadir.
Sejak itu kami makin akrab. Atas bantuan Toriq saya bisa
membawa mahasiswa PR UI – kebetulan saya ngajar disana – jalan-jalan ke Tempo,
meski Toriq sendiri tak bisa menemani. Tapi saat itu ada Mas Zulkifli, Pemred
Majalah Tempo merangkap Direkur Pemberitaan, Elik Susanto, Redpel Koran Tempo
dan Meiky Sofyansya, Direktur Marketing Tempo.
Beberapa masalah sering kami diskusikan melalui WA. Dia
sering mengingatkan saya. Tahun lalu, dia saya minta mengsi kelas PR saya di
FISIP UI, namun dia sibuk. “Nanti deh klo waktunya memungkinkan. Sekarang masih
padat,” katanya.
Pertengahan Februari 2021 lalu, tiba-tiba ngeWA saya
menanyakan tentang program S3 IPB. “Dengar2 lagi ambil doktor di ipb ya?”
Rupanya dia tertarik untuk sekolah lagi. Tapi saya nggak
tahu apakah dia jadi mendaftar atau tidak.
Pertegahan Desember 2020, kami sama-sama hadir via Zoom di acara
mengenang Mas Daru Priyambodo yang pernah menjadi Pemimin Redaksi Koran Tempo.
Saat itu Toriq yang memimpin acara memberi kesempatan kepada saya untuk
memberikan testimoni tentang kebaikan Mas Daru.
Seperti diketahui, sebelum bergabung ke Kelompok Media Tempo,
Daru adalah warawan Hara Republika. Saat sebagai Redaktur Pelaksana Republika,
Daru Priyambodo merupakan salah satu redaktur (opini) Republika. Sebelumnya kam
bergabung di Harian Berita Buana. Saat di Berita Buana itu, saya dan Daru bikin
heboh karena pemberitaan Tiimor Timur di rubric Dialog yang Daru asuh.
Gara-gara itu pula – mungkin salah satu pemicu -- kongsi Sutrisno Bachir (belakangan
Ketua Umum Partai PAN) dan pemilik lama Harian Berita Buana bubar.
11 April lalu, kami ngobrol lagi soal Laporan Utama Majalah
Tempo investigasi praktek jual beli jabatan di sebuah kementrian. Kebetulan ada
teman yang menjadi korban praktek itu. Cukup panjang ngobrolnya meski via WA.
Setelah itu kami tak berkabar. Baru beberapa hari lalu,
seorang teman ex Republika yang kini bekerja di Tempo mengabarkan kalau Toriq
dirawat di ICU Rumah Sakit Pondok Indah.
NB dari Prof Radjab Ritonga: Kapal yang dimaksud adalah KRI
Teluk Lampung, nyaris karam di Teluk Biscay, Atlantik Utara. ABK diselamatkan
helikopter tim SAR Spanyol. Kapal bisa diselamatkan dan dievakuasi ke Malaga.
Komandan kapalnya, Letkol Laut (P) Tedjo Edhy Purdjijatno, kelak menjadi Kasal
dan Menkopolhukamnya Jokowi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar