Manipulator media adalah seseorang yang memanipulasi media untuk kepentingan pribadi atau organisasi yang diwakilinya. Mereka menggunakan berbagai trik, antara lain membuat konten kontroversial atau sensasional, dan sememanipulasi algoritma mesin pencarian, dan memalsukan informasi atau citra, untuk mempengaruhi perhatian media dan opini publik.
Tahun 2012, Ryan
Holiday, mantan praktisi media yang kontroversial dan penulis buku "Trust
Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator", diwawancara dalam podcast
Communication Lab yang berbasis di Inggris. Dalam wawancara itu, dia mengaku telah memanipulasi
media selama bertahun-tahun. Dia juga menjelaskan bagaimana media modern rentan
terhadap praktik tersebut, dan bagaimana situasi dimanfaatkan oleh manipulator media.
Manipulator media
adalah seseorang yang memanipulasi media untuk kepentingan pribadi atau
organisasi yang diwakilinya. Mereka menggunakan berbagai trik, termasuk membuat
konten yang kontroversial atau sensasional, memanipulasi algoritma mesin
pencarian, memalsukan informasi atau citra, dan melakukan berbagai tindakan
lainnya untuk mempengaruhi perhatian media dan opini publik. Praktek-praktek
apalagi yang diungkap Holiday?
Menurut Holiday, mantan
ahli strategi media, dalam lansekap media modern taktik
manipulatif yang digunakan oleh profesional media dapat menyebabkan penyebaran
berita palsu dan informasi yang salah. Yang menarik adalah, “kemarahan publik”
bisa membaut suatu cerita mendapatkan liputan yang tinggi.
Pada intinya, wawancara
tersebut menyoroti pentingnya transparansi dan etika dalam praktik public
relations, serta kebutuhan untuk menghindari praktik manipulatif yang merugikan
semua pihak yang terlibat. Untuk memperkuat argumentasinya, Holiday
mengungkapkan, dia sering membuat cerita palsu atau memperbesar fakta untuk
mendapatkan perhatian media.
Berbagai teknik -- termasuk "payola" untuk
memperoleh liputan media yang lebih baik untuk kliennya -- dia lakukan. "Payola" adalah istilah yang merujuk pada praktik
memberikan suap atau imbalan kepada media dalam pertukaran pemberitaan atau
promosi. Dalam konteks public relations, payola dapat digunakan untuk
memperoleh cakupan media yang lebih baik atau untuk mempromosikan produk atau
layanan tertentu. Praktik ini dianggap tidak etis dan melanggar kode etik PR
karena dapat menimbulkan konflik kepentingan dan merusak integritas media.
Remaja (saat diwawancara)
berusia 25 tahun yang rahasia itu mengatakan bahwa dia telah mengeksploitasi
apa yang dia klaim sebagai kelemahan utama dalam dunia jurnalisme online, yang
pada gilirannya mendorong agenda berita global. Di antaranya, perlunya sebuah
cerita yang harus disesuaikan dengan
istilah dalam mesin pencarian. Yang tak kalah menariknya, adanya insentif bayar
per klik untuk blogger. Ini, menurut dia, membuat seluruh sistem media menjadi
semakin rentan terhadap manipulasi.
Dalam wawancara yang
dilakukan bertepatan dengan penerbitan buku, “Trust Me, I'm Lying:
Confessions of a Media Manipulator" (Penerbit Penguin), Holiday
mengungkapkan banyak hal tentang pratek yang dia lakukan. Misalnya, bagaimana
dia mengatur kampanye kotor dan gerakan protes terhadap salah satu kliennya,
penulis kontroversial Tucker Max, yang menghasilkan liputan mulai dari Chicago
Tribune hingga The Washington Post.
Tucker Max adalah seorang penulis buku dan
blog terkenal asal Amerika Serikat yang kerap mengkritik industri penerbitan
tradisional. Dia juga mempromosikan dirinya secara agresif melalui media sosial
dan blog.
Holiday menyebut Tucker Max sebagai salah
satu klien yang menggunakan taktik manipulatif untuk memperoleh perhatian
media, termasuk membuat kontroversi palsu, menipu wartawan, dan memanipulasi
algoritma mesin pencarian Google.
Dia memaparkan bagaimana
dia menggunakan sistem untuk menipu blog berita online besar, bukan hanya
sekali melainkan berkali-kali. Informasi-informasi yang sampaikan dan masuk ke
mesin pencarian, kemudian diktutip oleh media online utama, termasuk Gawker.com
dan The Huffington Post.
Dalam buku "Trust
Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator", Holiday mengungkapkan
beberapa trik atau taktik yang digunakan untuk mendapatkan liputan media.
Misalnya dengan cara membuat membuat kontroversi palsu. Disini manipulator
media menciptakan kontroversi palsu dengan memproduksi atau menyebarkan berita
palsu atau provokatif yang menarik perhatian media dan publik.
Menurut Holiday, media cenderung
memperoleh keuntungan dari kontroversi dan skandal yang menarik perhatian
publik. Ketika berita bohong menyebar dan menciptakan kemarahan publik, media
akan meliput dan membahas berita tersebut untuk memberikan pembaruan kepada
khalayaknya. Hal ini juga dapat memicu reaksi dari pihak yang terlibat, dan
media akan meliput tanggapan atau bantahan yang diberikan, yang kemudian dapat
meningkatkan eksposur dan liputan media terhadap topik tersebut.
Manipulator media memanfaatkan situasi
tersebut dengan memperoleh lebih banyak liputan media dan eksposur publik
dengan menyebarluaskan berita bohong atau kontroversial yang akan menarik perhatian
publik dan menciptakan kemarahan. Namun, tindakan semacam ini dapat merugikan
kepercayaan publik terhadap media dan manipulator media itu sendiri, serta
dapat berdampak negatif pada kepercayaan dan reputasi merek atau perusahaan
yang terlibat dalam praktik manipulasi media tersebut.
Yang kedua adalah menyebarkan
rumor atau hoaks. Menurut Holday, untuk menciptakan liputan media, manipulator
media menyebarkan rumor atau hoaks melalui blog, media sosial, atau jaringan
pengaruh yang mereka miliki untuk memperoleh perhatian media dan menarik
perhatian publik.
Hal lain yang
dilakukan adalah dengan cara menipu wartawan. Disini, manipulator media memanipulasi
wartawan dengan memberikan informasi yang menyesatkan atau palsu untuk
memperoleh liputan yang diinginkan.
Ryan Holiday, 25, adalah ahli strategi media untuk klien terkenal seperti Tucker Max dan Dov Charney. Setelah putus kuliah pada usia 19 tahun, Holiday magang di bawah mentoring Robert Greene, penulis The 48 Laws of Power. Holiday kemdian berprofesi sebagai advisor banyak penulis buku laris dan musisi multiplatinum. Dia juga pernah menjadi direktur pemasaran di American Apparel. Kampanye-kampanye kontroversialnya telah ditulis di AdAge, New York Times, Gawker dan Fast Company. Dia tinggal di New Orleans.
Dalam "Trust
Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator", Holiday memberikan
beberapa contoh cara manipulator media bisa memperdaya wartawan. Salah satu
contohnya adalah dengan membuat "pseudo-event" atau peristiwa
buatan yang dibuat dengan tujuan mendapatkan perhatian media.
Menurut Holiday,
dirinya pernah membuat sebuah poster palsu yang bertuliskan "My Senator
Is a Pig" dan memajangnya di sejumlah tempat di kota. Poster tersebut
berhasil menarik perhatian media lokal dan membuat sebuah outlet berita
menempatkan berita tentang poster tersebut di halaman depan. Padahal,
sebenarnya poster tersebut bukanlah aksi protes masyarakat melainkan bagian
dari upaya manipulator media untuk menipu wartawan dan menciptakan buzz yang
diinginkan.
Manipulator media
juga bisa memanipulasi data dan fakta untuk mendapatkan liputan yang
diinginkan. Salah satu contohnya adalah ketika Holiday menyebarkan sebuah press
release palsu tentang adanya protes besar-besaran terhadap perusahaan yang
menjadi kliennya. Dalam press release tersebut, ia mencantumkan sejumlah angka
yang berlebihan dan menyesatkan sehingga membuat wartawan tertarik untuk
menulis berita tentang protes tersebut. Padahal kenyataannya, protes tersebut
hanya diikuti oleh beberapa orang saja.
Trik lain untuk manipulasi
wartawan adalah cara memberikan informasi eksklusif atau "off the
record" yang membuat wartawan merasa memiliki keunggulan atas outlet
media lainnya. Dengan cara ini, manipulator media bisa memastikan bahwa berita
yang akan diterbitkan akan sesuai dengan narasi yang mereka inginkan.
Cara lain, untuk
mendapatkan lebih banyak liputan media adalah denga memanipulasi algoritma mesin
pencarian. Untuk tujuan mempertinggi liputan media, manipulator media dapat
memanipulasi algoritma pencarian mesin pencari seperti Google untuk memperoleh
liputan media yang lebih banyak dan meningkatkan visibilitas online mereka.
Caranya adalah dengan
membuat konten yang dibuat khusus untuk mesin pencari.
Hal ini dilakukan dengan mencari kata kunci populer dan menulis artikel dengan
kata kunci tersebut agar mudah terindeks oleh mesin pencari. Manipulator media
juga dapat membuat situs web palsu atau menggunakan situs web yang sudah ada
dan menambahkan konten yang direkayasa untuk meningkatkan peringkat di mesin
pencari. Dengan cara ini, manipulator media dapat memanipulasi algoritma mesin
pencari sehingga konten mereka muncul di posisi atas hasil pencarian.
Selain cara-cara tadi,
untukmendapat liputan media lebih banyak, manipulator media membuat press
release yang menarik. Disini, manipulator media membuat press release dengan
judul atau pernyataan yang kontroversial atau sensasional untuk menarik
perhatian media.
Untuk menarik perhatian
media, manipulator media mencari isu atau topik yang sedang hangat
diperbincangkan. Kemudian cerita itu dibuatkan judul atau pernyataan yang lebih
provokatif atau kontroversial daripada yang sebenarnya.
Contohnya,
manipulator media lebih suka dan sering membuat press release misalnya dengan
judul "Industri Makanan Menjual Produk Beracun kepada Konsumen"
daripada judul yang lebih netral seperti "Produk Makanan Ditemukan
Mengandung Zat Berbahaya". Dengan cara ini, manipulator media dapat
menarik perhatian media dan mendorong mereka untuk memberitakan isu tersebut
dengan judul yang lebih kontroversial atau sensasional.
Dalam wawancara itu,
Holiday menyalahkan sistemnya, bukan penulisnya sendiri. Menurut Holiday, blogger
berada di bawah tekanan luar biasa untuk menghasilkan cerita. Tekanan itu
menyisakan sedikit waktu untuk verifikasi, apalagi untuk berbicara dengan siapa
pun. Postingan yang meninggalkan fakta-fakta kunci atau membuat pembaca marah
menghasilkan lebih banyak komentar - dan karena itu tampilan di halaman – lebih
dipntingkan ketimbang konten yang akurat atau seimbang.
Holiday juga mengingatkan
bahwa cara-cara manipulatif seperti yang dia paparkan itu tidaklah etis dan
dapat merugikan banyak pihak, terutama wartawan yang seharusnya bertanggung
jawab untuk menyajikan berita yang akurat dan terpercaya. Holiday menggarisbawahi
tentang bahaya dan dampak negatif dari taktik manipulatif semacam itu, termasuk
hilangnya kepercayaan publik terhadap media dan manipulasi yang berpotensi
merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Holiday mengkritik
praktik manipulatif dan menekankan pentingnya kejujuran, transparansi, dan
integritas dalam praktik PR dan media. Disini, Holiday menekankan pentingnya
transparansi dan etika dalam praktik public relations. Dia mengatakan bahwa
praktisi PR harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan dan harus
memastikan bahwa informasi yang mereka berikan adalah benar dan jujur.
Referensi:
Holiday, R.(2012). Trust Me, I'm Lying:
Confessions of a Media Manipulator. New York: Portfolio/Penguin.
Controversial Media Manipulator Confesses
all in First UK Interview. (2012, Jul 19). PR Newswire https://www.proquest.com/wire-feeds/controversial-media-manipulator-confesses-all/docview/1026829682/se-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar