Fuji Film adalah perusahaan yang dikenal dalam industri kamera dan film fotografi. Namun, dengan berkembangnya teknologi digital, industri fotografi mengalami perubahan besar-besaran. Hal ini membuat Fuji Film harus melakukan transformasi bisnis untuk mempertahankan eksistensinya di pasar.
Salah satu langkah awal transformasi bisnis
Fuji Film adalah dengan melakukan diversifikasi usaha. Perusahaan ini mulai
memproduksi bahan kimia dan juga bahan untuk baterai lithium-ion. Hal ini
membantu Fuji Film untuk tidak hanya bergantung pada satu lini produk, yaitu
kamera dan film fotografi.
Selain itu, Fuji Film juga melakukan
restrukturisasi organisasi dengan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi. Hal ini dilakukan dengan mengurangi jumlah karyawan, mengurangi gaji
direksi, dan menutup pabrik yang tidak efisien.
Fuji Film juga melakukan investasi dalam
teknologi baru seperti teknologi OLED (Organic Light Emitting Diode) dan kamera
digital. Perusahaan ini juga berinvestasi dalam pengembangan produk untuk
keperluan medis seperti sinar-X, sistem endoskopi, dan perangkat lunak medis.
Melalui transformasi bisnis yang dilakukan,
Fuji Film berhasil mengurangi ketergantungan pada industri fotografi dan
berhasil mempertahankan eksistensinya di pasar. Saat ini, perusahaan ini telah
berkembang menjadi produsen kamera digital, printer foto, dan perangkat lunak.
Pfizer, produsen Viagra, telah melakukan
transformasi bisnis yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dalam
melakukan transformasi bisnis, Pfizer tidak hanya fokus pada satu aspek bisnis,
melainkan mengambil tindakan yang menyeluruh untuk menciptakan nilai jangka
panjang bagi perusahaan dan pemangku kepentingan mereka.
Transformasi bisnis ini telah membantu
Pfizer terus bersaing di pasar yang semakin ketat dan meningkatkan nilai bagi
perusahaan dan pemangku kepentingan. Misalnya, meskipun Viagra adalah produk
terkenal yang telah memberikan keuntungan besar bagi Pfizer, perusahaan
tersebut menyadari bahwa mereka perlu berinovasi dan melakukan transformasi
bisnis agar dapat bersaing di pasar yang semakin ketat.
Pfizer terus berinovasi. Pfizer memperluas
fokus penelitian mereka untuk mencakup penyakit-penyakit yang lebih kompleks
seperti kanker, diabetes, dan penyakit jantung. Mereka juga telah berinvestasi
dalam teknologi baru seperti pengembangan terapi gen dan sel.
Selain mengembangkan produk-produk baru,
Pfizer juga memperluas portofolio mereka dengan membeli beberapa perusahaan
lain. Contohnya, Pfizer membeli Wyeth pada tahun 2009, yang membuat mereka
lebih kuat dalam pasar obat generik dan vaksin. Pfizer juga mengubah model bisnisnya.
Disini Pfizer mengubah cara mereka
berbisnis dengan memfokuskan pada penjualan langsung ke konsumen, menurunkan
biaya operasional, dan melakukan efisiensi biaya.
Hal lain yang dilakukan Pfizer adalah
menjalin kemitraan strategis. Pfizer telah menjalin kemitraan strategis dengan
perusahaan teknologi seperti IBM dan Akili Interactive Labs untuk memperluas
kemampuan mereka dalam teknologi kesehatan digital.
Yang tak kalah pentingnya adalah, Pfizer
menggunakan big data dan analitik. Pfizer telah berinvestasi dalam big data dan
analitik untuk memperoleh wawasan yang lebih baik tentang pasar dan perilaku
konsumen. Sebagai perusahaan farmasi multinasional terkemuka, Pfizer
menggunakan big data dan analitik untuk menghasilkan data yang berharga untuk
penelitian, pengembangan, dan pemasaran produk farmasi mereka. Penggunaan big
data dan analitik memberikan Pfizer kemampuan untuk membuat keputusan bisnis
yang lebih baik dan efektif, dan mempercepat proses pengembangan produk.
Pfizer menggunakan teknologi analitik untuk
menganalisis dan memproses data dari berbagai sumber seperti data klinis, data
penjualan, dan data perilaku pelanggan. Data ini kemudian digunakan untuk
mengembangkan strategi pemasaran, memperkirakan permintaan pasar,
mengidentifikasi tren dan pola perilaku pelanggan, serta mengembangkan strategi
pengembangan produk.
Pfizer juga menggunakan teknologi analitik
untuk memproses data klinis yang sangat besar dan kompleks, seperti hasil uji
klinis, data genomik, dan data imaging. Teknologi ini memungkinkan perusahaan
untuk menganalisis data dengan lebih cepat dan efektif, sehingga dapat
mengidentifikasi pola dan tren dalam data klinis yang berpotensi membantu dalam
pengembangan produk baru.
Selain itu, Pfizer juga menggunakan
teknologi big data dan analitik untuk mengembangkan terapi yang lebih personal.
Dengan menganalisis data genomik dan data klinis pasien, perusahaan dapat
memilih pengobatan yang paling cocok untuk pasien dan meminimalkan risiko efek
samping.
Penggunaan big data dan analitik oleh Pfizer
telah membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan bisnis yang lebih baik
dan efektif, dan telah mempercepat proses pengembangan produk. Dengan terus
memanfaatkan teknologi ini, Pfizer dapat terus menjadi pemimpin dalam industri
farmasi dan menghasilkan produk yang lebih inovatif dan efektif.
Dua ilustrasi, Fuji dan Pfizer memberikan
gambaran bahwa perusahaan – ada atau tidak ada masalah – harus melakukan
trasformasi bisnis. Transformasi bisnis adalah perubahan fundamental dan
strategis yang dilakukan pada suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai
tujuan jangka panjang, meningkatkan kinerja, dan meningkatkan daya saing di
pasar yang semakin ketat dan berubah-ubah. Transformasi bisnis melibatkan
perubahan dalam seluruh aspek bisnis, termasuk budaya perusahaan, struktur
organisasi, proses bisnis, teknologi, produk atau layanan, dan strategi
pemasaran.
MENGAPA HARUS TRANSFORMASI
Transformasi bisnis seringkali diperlukan ketika perusahaan menghadapi tantangan besar seperti persaingan yang semakin sengit, perubahan teknologi, perubahan kebutuhan pelanggan, atau perubahan di pasar atau lingkungan bisnis. Transformasi bisnis dapat membantu perusahaan untuk mempertahankan daya saing, meningkatkan kinerja, dan meningkatkan nilai bagi pelanggan dan pemegang saham.
Ini berarti perusahaan harus melakukan
perubahan yang menyeluruh dan signifikan yang meliputi perubahan pada proses
bisnis, teknologi, budaya organisasi, dan struktur organisasi. Gagasan ini
memerlukan waktu dan sumber daya yang signifikan, serta kerjasama dari seluruh
karyawan dan pemimpin di organisasi. Prosesnya juga harus melibatkan
perencanaan yang cermat, komunikasi yang efektif, pengelolaan perubahan, dan
evaluasi yang terus-menerus untuk memastikan kesesuaian dengan tujuan bisnis
jangka panjang.
Artinya, gagasan itu menggarisbawahi perbedaan antara
perubahan dan transformasi. Diakui atau tidak, transformasi dan perubahan
adalah dua konsep terkait yang seringkali digunakan secara bergantian, tetapi makna perubahan dan transformasi itu berbeda. Perubahan merujuk pada setiap perubahan
atau modifikasi pada suatu aspek atau aspek-aspek dari suatu organisasi atau
perusahaan, seperti perubahan dalam proses bisnis, produk atau layanan,
teknologi, atau struktur organisasi. Perubahan dapat terjadi karena berbagai
alasan, seperti tuntutan pasar yang berubah, perkembangan teknologi, atau
masalah internal yang memerlukan perbaikan.
Di sisi lain, transformasi adalah perubahan
yang lebih mendalam dan mendasar, yang melibatkan perubahan besar-besaran dalam
cara organisasi melakukan bisnis, mengembangkan strategi, dan menciptakan
nilai. Transformasi seringkali melibatkan perubahan budaya dan nilai
organisasi, serta perubahan pada seluruh aspek bisnis, dari proses dan sistem
hingga produk dan layanan.
Dalam konteks bisnis, perubahan seringkali
merupakan bagian dari proses transformasi, tetapi transformasi jauh lebih besar
dan lebih menyeluruh. Transformasi bisnis dapat memerlukan waktu, sumber daya,
dan kerjasama yang lebih besar daripada perubahan, tetapi hasilnya dapat
menciptakan nilai jangka panjang dan keberlanjutan bagi perusahaan dan semua
pemangku kepentingan.
Lalu kenapa harus transformasi. Ada
beberapa alasan umum mengapa sebuah perusahaan harus melakukan transformasi.
Pertama, perubahan lingkungan bisnis. Perubahan lingkungan bisnis seperti
perubahan tren konsumen, persaingan yang semakin sengit, dan perkembangan
teknologi dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Transformasi dapat
membantu perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini dan menjadi
lebih efisien dan responsif terhadap perubahan pasar.
Kedua, tuntutan konsumen. Tuntutan konsumen
terus berkembang dan berubah seiring waktu. Perusahaan harus berubah agar dapat
mengakomodasi tuntutan konsumen dan tetap relevan. Perubahan dalam nilai-nilai sosial dan budaya,
seperti meningkatnya kesadaran akan keadilan sosial atau peningkatan tuntutan
akan keamanan, dapat mempengaruhi cara konsumen memandang perusahaan dan produk
mereka. Perusahaan yang tidak menyesuaikan dengan nilai-nilai ini mungkin
kehilangan kepercayaan konsumen dan pangsa pasar.
Dalam situasi seperti ini, perusahaan harus melakukan transformasi untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada konsumen, teknologi, demografi, atau budaya, agar tetap relevan dan bersaing di pasar.
Ketiga, memperbaiki kinerja perusahaan.
Transformasi dapat membantu perusahaan memperbaiki kinerja dan efisiensi,
dengan memperbaiki proses bisnis dan mengidentifikasi hambatan yang menghambat
pertumbuhan. Keempat, merespons perkembangan regulasi: Regulasi pemerintah dapat
berubah, dan perusahaan harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut, dan kelima meningkatkan daya saing. Transformasi dapat membantu
perusahaan untuk meningkatkan daya saing dengan cara yang inovatif dan
mengurangi biaya operasional.
KEGAGALAN TRANSFORMASI
Secara keseluruhan, transformasi organisasi
menjadi semakin penting karena organisasi harus terus beradaptasi dan
berevolusi untuk bertahan dan tumbuh di lingkungan bisnis yang semakin kompleks
dan berubah dengan cepat.
Namun, transformasi organisasi yang gagal
bukanlah hal yang langka. Menurut sebuah laporan oleh McKinsey & Company
pada tahun 2020, hanya sekitar 30% transformasi organisasi berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa 84% responden
yang disurvei menganggap bahwa transformasi organisasi sangat penting untuk
kesuksesan bisnis, namun hanya 26% yang merasa mereka sukses dalam transformasi
mereka.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Harvard
Business Review menunjukkan bahwa sekitar 70% transformasi organisasi gagal.
Hal ini menunjukkan bahwa transformasi organisasi adalah proses yang kompleks
dan sulit, yang melibatkan banyak tantangan dan hambatan yang harus diatasi.
Kegagalan transformasi organisasi dapat
berdampak negatif pada perusahaan, termasuk hilangnya kepercayaan karyawan,
hilangnya keunggulan kompetitif, dan hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan
peluang baru. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memahami penyebab
kegagalan transformasi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
menghindari kegagalan tersebut.
PENYEBAB KEGAGALAN
Tahun 1995, John P. Kotter, salah satu
pakar terkemuka dalam manajemen perubahan organisasi dari Harvard Business
School menulis artikel di Harvard Business Review berjudul “Leading Change: Why
transformation efforts fail." Artikel itu membahas mengapa usaha
transformasi bisnis sering gagal. Dalam tulisannya itu, Kotter juga menawarkan
pendekatan baru untuk mencapai perubahan yang sukses.
Menurut Kotter, kegagalan transformasi
bisnis terutama disebabkan oleh delapan kesalahan umum yang sering dilakukan
oleh organisasi, yaitu: (1) Kurangnya dorongan untuk perubahan dari atas ke
bawah, (2) Ketiadaan Tim transformasi yang kuat, (3) Kurangnya visi yang jelas
dan menarik, (4) Ketidakmampuan pemimpin dalam mengkomunikasikan visi dengan
efektif, (5) Ketidakmampuan pemimpin menghilangkan hambatan pada perubahan, (6)
Ketidakmampuan pemimpin dalam menciptakan hasil positif yang cepat yang
diharapkan dalam upaya perubahan organisasi, (7) Pemimpin dan jajaran di
bawahnya terlalu cepat puas dengan hasil awal, dan (8) Kegagalan pemimpin dan
organisasi mempertahankan perubahan yang
telah dicapai
Kurangnya dorongan untuk perubahan dari
atas ke bawah merujuk pada masalah di mana pemimpin atau manajemen tingkat atas
tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap perubahan yang sedang dilakukan,
atau tidak memimpin dengan contoh dalam perilaku dan tindakan mereka.
Menurut Kotter, untuk mengubah sebuah
organisasi, perlu ada dorongan dari atas ke bawah atau dari manajemen tingkat
atas. Pemimpin harus mengambil peran aktif dalam memimpin dan memfasilitasi
perubahan, membangun kepercayaan, membuat visi dan strategi yang jelas, dan
mengkomunikasikan visi dengan efektif kepada karyawan dan pemangku kepentingan
lainnya.
Jika pemimpin atau manajemen tingkat atas
tidak memberikan dukungan yang cukup, karyawan dan staf mungkin merasa
kebingungan atau tidak termotivasi untuk mengikuti perubahan. Hal ini bisa
menyebabkan perubahan tidak berhasil atau bahkan gagal sama sekali. Oleh karena
itu, dorongan dari atas ke bawah sangat penting dalam memastikan keberhasilan
perubahan dalam organisasi.
Faktor lainnya adalah ketiadaan tim
transformasi yang kuat. Ini merujuk pada masalah di mana organisasi tidak
memiliki tim atau kelompok yang memiliki kemampuan dan otoritas untuk merancang
dan mengelola perubahan secara efektif.
Menurut Kotter, tim transformasi yang kuat
dapat membantu memastikan keberhasilan perubahan dengan mengkoordinasikan
aktivitas dan memantau kemajuan proyek perubahan. Tim ini harus memiliki
anggota yang memiliki keahlian, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi perubahan.
Tanpa tim transformasi yang kuat, perubahan
mungkin tidak diarahkan secara efektif dan koordinasi antara berbagai bagian
dan divisi dalam organisasi mungkin tidak optimal. Hal ini dapat mengakibatkan
penundaan, biaya yang tidak terduga, dan penurunan kinerja.
Oleh karena itu, sangat penting bagi
organisasi untuk memiliki tim transformasi yang kuat untuk memastikan
keberhasilan perubahan organisasi. Tim ini harus diarahkan oleh pemimpin atau
manajemen tingkat atas, dan didukung oleh sumber daya yang memadai, otoritas,
dan dukungan dari seluruh organisasi.
Faktor kurangnya visi yang jelas dan
menarik – maksudnya ketiadaan gambaran yang jelas tentang transformasi yang
memotivasi mengenai arah perubahan yang diinginkan juga digarusbawahi Kotter.
Menurut Kotter, visi yang jelas dan menarik sangat penting untuk memotivasi
karyawan dan staf untuk terlibat dalam perubahan dan membantu mereka mengatasi
rintangan dan hambatan yang terkait dengan perubahan. Visi yang jelas dan
menarik harus menggambarkan gambaran masa depan organisasi yang positif,
menarik, dan memberikan nilai yang diinginkan bagi karyawan dan pelanggan.
Jika organisasi tidak memiliki visi yang
jelas dan menarik, karyawan dan staf mungkin merasa bingung dan tidak
termotivasi untuk terlibat dalam perubahan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
gagal atau tidak mencapai tujuan yang diinginkan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi
pemimpin atau manajemen tingkat atas untuk mengembangkan visi yang jelas dan
menarik untuk perubahan organisasi. Visi harus diartikulasikan secara jelas dan
disebarkan secara luas ke seluruh organisasi. Pemimpin juga harus memastikan
bahwa visi tersebut sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi, dan memiliki
konsistensi dan kejelasan yang jelas.
Dalam konteks komunikasi, yang menarik
adalah persoalan pemimpin atau manajemen yang tidak mampu mengkomunikasikan
visi transformasi secara jelas. Menurut Kotter, komunikasi visi yang efektif
sangat penting untuk memotivasi karyawan dan staf untuk terlibat dalam
perubahan dan membantu mereka mengatasi rintangan dan hambatan yang terkait
dengan perubahan. Komunikasi harus dilakukan secara jelas, konsisten, dan
terus-menerus, dan melibatkan dialog yang terbuka dan berkelanjutan antara
pemimpin dan karyawan.
Jika pemimpin atau manajemen tidak
mengkomunikasikan visi dengan efektif, karyawan dan staf mungkin merasa tidak
terlibat dalam perubahan atau bahkan tidak mengetahui perubahan yang sedang
terjadi. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian, kekhawatiran, atau
ketidakpercayaan, yang dapat menghambat perubahan dan membuatnya gagal.
Oleh karena itu, sangat penting bagi
pemimpin atau manajemen tingkat atas untuk mengomunikasikan visi dengan efektif
dan konsisten kepada seluruh organisasi. Komunikasi harus dilakukan melalui
berbagai saluran, seperti rapat umum, email, buletin, dan pertemuan individu,
dan harus memberikan ruang untuk pertanyaan dan umpan balik dari karyawan.
Pemimpin juga harus menetapkan tujuan dan pengukuran yang jelas dan dapat
diukur untuk memastikan kemajuan terhadap visi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar