Transformational leadership adalah suatu pendekatan kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan karyawan dan perubahan organisasi. Pemimpin transformasional menginspirasi, memotivasi, dan memimpin dengan contoh yang baik.
Pada sebagian besar
perusahaan yang melakukan transformasi, pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang
berfokus pada upaya memperkuat kemampuan dan kepercayaan pengikutnya untuk
mencapai tujuan bersama. Mereka sering kali berusaha untuk menciptakan
perubahan yang signifikan dalam organisasi atau masyarakat tempat mereka
beroperasi.
Pemimpin yang
menerapkan gaya kepemimpinan transformasional memiliki beberapa ciri khas,
antara lain; berorientasi pada visi dan tujuan jangka panjang (Burns, 1978; Bass,
1985; Avolio & Bass, 1988; Conger & Kanungo, 1998); memotivasi
pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama (Shamir et al., 1993; Bass &
Riggio, 2006; Bass & Riggio, 2006); dan berfokus pada pengembangan individu
dan tim (Howell & Avolio, 1992; Dvir et al., 2002)
Seorang pemimpin
transformasinal juga berusaha untuk menciptakan perubahan positif (Burns, 1978;
Yukl, 2010); menjalin hubungan interpersonal yang kuat dengan pengikutnya (Kark
& Shamir, 2002; Gardner, 2005); .
Gaya kepemimpinan
transformasional sering dianggap efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi
dan mendorong inovasi. Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh pemimpin
transformasional untuk memotivasi pengikutnya.
Strategi Pertama: Menciptakan
Visi yang Jelas
Strategi pertama adalah
menciptakan visi yang jelas (Avolio & Bass, 1995; Yukl, 1999; Bass &
Riggio, 2006; Kouzes, & Posner, 2017; Northouse, 2018). Pemimpin transformasional
memiliki visi yang jelas tentang masa depan organisasi. Mereka menyampaikan
visi ini dengan cara yang inspiratif dan memberikan gambaran kepada pengikutnya
tujuan transformasi secara jelas dan ambisius. Hal ini akan memotivasi
pengikutnya untuk bekerja lebih keras dan fokus pada tujuan bersama.
Pada awal 2000-an, ketika
Fuji Film mengalami penurunan permintaan produk klasik seperti film kamera, CEO
Fuji Film pada saat itu, Shigetaka Komori, memiliki dan menyampaikan visi yang
jelas kepada para karyawannya tentang perlunya perusahaan untuk melakukan
transformasi. Dia kukuh ingin menempatkan perusahaan pada jalur transformasi
menuju masa depan digital (Kotter, 2012; Komori, 2016). Ini karena dia menyadari
bahwa agar bisa tetap bersaing dan berkembang di masa depan, perusahaan harus melakukan transformasi
besar-besaran.
Komori bertekad perusahaan
harus melakukan inovasi di bidang teknologi dan diversifikasi bisnis untuk
memenuhi kebutuhan pasar digital. Dia kemudian memimpin transformasi Fuji Film
dari perusahaan yang fokus pada produksi film fotografi menjadi perusahaan yang
berfokus pada teknologi digital.
Dia mengambil
keputusan strategis dengan menghentikan produksi film dan memperkuat bisnis di
bidang kamera digital, printer, dan perangkat medis. Tak beberapa lama, Fuji memperkenalkan
produk-produk baru seperti kamera digital dan printer foto digital, serta
memperluas bisnisnya ke bidang kosmetik dan kesehatan.
Untuk mendukung
program transformasinya, Komori mendorong karyawan untuk berinovasi dan
beradaptasi dengan cepat untuk menghadapi perubahan pasar yang cepat. Dalam
upayanya untuk mencapai visi ini, Komori menggunakan pendekatan
transformational leadership, memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk
mencapai tujuan bersama.
Komori memperkenalkan
program pengembangan karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
dan kemampuan mereka dalam menghadapi perubahan. Program ini mencakup pelatihan
dan pengembangan, serta bimbingan dan dukungan dari manajemen senior.
Dia juga mempererat
hubungan interpersonal dengan karyawan, mendengarkan masukan mereka, dan
memberikan umpan balik yang positif. Dengan strategi ini, Fuji Film berhasil
bertransformasi dan tetap menjadi perusahaan yang relevan dan berdaya saing di
era digital.
Melalui kepemimpinan
transformationalnya, Komori berhasil mengubah budaya perusahaan menjadi lebih
terbuka terhadap inovasi dan berfokus pada tujuan jangka panjang. Dia juga
memperkuat kolaborasi dan kemitraan dengan perusahaan teknologi lainnya untuk
mempercepat proses transformasi perusahaan.
Upaya transformasi
Fuji Film yang dipimpin oleh Komori telah berhasil. Perusahaan berhasil
mengatasi tantangan industri fotografi pada era digital dan berkembang menjadi
perusahaan teknologi yang sukses di berbagai bidang.
Strategi Kedua: Minginspirasi
Strategi kepemimpinan
tarnsformasional untuk meningkatkan
kinerja organisasi dan mendorong inovasi
yang kedua, adalah memberikan inspirasi (Avolio, & Bass, 1991;
Shamir et al., 1993; Podsakoff et al., 1996; Avolio & Yammarino, 2002; Bass,
& Riggio, 2006). Pemimpin transformasional sering kali menjadi sumber
inspirasi bagi pengikutnya. Mereka memotivasi pengikutnya untuk melampaui
batas-batas mereka dan mencapai potensi tertinggi mereka. Pemimpin
transformasional juga memberikan contoh yang baik dengan perilaku mereka yang
memotivasi dan menginspirasi pengikutnya untuk bertindak dengan cara yang sama.
Salah satu contoh
praktek transformational leadership yang sukses dalam memberikan inspirasi
adalah
CEO Pfizer pada saat
itu, William Steere (Conger & Benjamin, 1999; Steere, 2001). Pada tahun
1989, perusahaan farmasi Pfizer sedang mencari obat untuk mengobati penyakit
jantung dan darah tinggi. Namun, dalam uji klinis, obat yang mereka kembangkan,
sildenafil, ternyata tidak efektif dalam mengobati penyakit tersebut.
Para ilmuwan Pfizer nyaris
menyerah. Hikmahnya, mereka memperhatikan efek samping yang terjadi selama uji
klinis, ternyata dari hasil percobaan, mereka mendapati adanya peningkatan
aliran darah ke penis. Mereka kemudian mempertimbangkan kemungkinan sildenafil
digunakan sebagai obat disfungsi ereksi.
Ide ini awalnya
ditolak oleh manajemen Pfizer, yang meragukan potensi pasar dan risiko reputasi
yang terkait dengan masalah kejantanan. Namun, Steere meyakinkan dan memotivasi
para eksekutif untuk mempertimbangkan kembali keraguan mereka. Dia menyediakan
sumber daya dan dukungan yang diperlukan, dan membantu membangun visi yang
jelas tentang potensi pasar dan manfaat bagi pasien yag mengalami disfugsi
ereksi.
Dalam upayanya untuk
mencapai visi ini, Steere juga memberikan kebebasan kepada para ilmuwan untuk
berinovasi dan bereksperimen, dan memberikan penghargaan serta umpan balik yang
positif atas usaha mereka. Strategi ini berhasil. Pada tahun 1998, Pfizer
meluncurkan Viagra sebagai obat disfungsi ereksi pertama yang disetujui oleh
FDA. Produk ini menjadi sangat sukses dan mengubah kehidupan seksual jutaan
orang di seluruh dunia.
Strategi Ketiga:
Memberikan Dukungan
Pemimpin
transformasional sering kali memperhatikan kebutuhan dan keinginan individu di
bawahnya (Avolio et al., 1999; Avolio et
al., 2004; Yukl, 1999; Bass &
Riggio, 2006). Mereka memotivasi pengikutnya dengan memberikan dukungan dan
bantuan guna mencapai tujuan mereka. Di beberapa perusahaan yang melakukan transformasi,
pemimpin transformasional sering kali memperhatikan kesejahteraan dan
kebahagiaan karyawan mereka, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif
dan produktif.
Pada tahun 2010,
Stephen Elop diangkat sebagai CEO Nokia. Dia diberi tugas untuk melakukan
transformasi perusahaan agar dapat bersaing dengan pesaing-pesaing barunya
seperti Apple dan Google. Elop ingin Nokia mengembangkan smartphone dengan
menggunakan platform Windows Phone dari Micrasoft.
Untuk mewujudkan keinginannya
itu, yang pertama dilakukan, Elop mengkomunikasikan visi itu dan memperkenalkan
strategi barunya. Namun, strategi ini –
pada awalnya -- menimbulkan ketidakpastian di kalangan karyawan, karena Nokia
sebelumnya fokus pada pengembangan ponsel biasa.
Untuk mengatasi
ketidakpastian tersebut, Elop menggunakan pendekatan transformational
leadership dengan cara yang inovatif. Dia terlibat langsung dengan karyawan,
berbicara dengan mereka secara terbuka dan jujur tentang tantangan yang
dihadapi perusahaan, dan memberikan mereka dukungan yang dibutuhkan kepada
karyawan yang merasa tidak yakin dengan arah perusahaan (Kotter, 2012)
Elop juga
memperkenalkan program pengembangan karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan karyawan dalam menghadapi perubahan. Program ini
mencakup pelatihan dan pengembangan, serta bimbingan dan dukungan dari
manajemen senior.
Melalui pendekatan
transformational leadership ini, Elop berhasil menginspirasi dan memotivasi
karyawan Nokia untuk menerima perubahan dan beradaptasi dengan cepat. Dia
membantu mengubah budaya perusahaan menjadi lebih terbuka terhadap inovasi dan
berfokus pada tujuan jangka panjang.
Meskipun Nokia
akhirnya diakuisisi oleh Microsoft pada tahun 2014, upaya transformasi yang
dilakukan oleh Elop telah membantu perusahaan dalam mengatasi tantangan besar
dan memperbaiki kinerja bisnisnya.
Strategi Keempat:
Memberikan Umpan Balik Yang Konstruktif
Pemimpin
transformasional memberikan umpan balik yang konstruktif dan membangun untuk
pengikutnya (Avolio & Bass, 1988; Waldman et al., 1990; Yukl, 1999; Bass & Riggio, 2006; Bono
& Ilies, 2006). Mereka mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan individu,
dan memberikan umpan balik yang membantu pengikutnya memperbaiki diri. Hal ini
memotivasi pengikutnya untuk terus berkembang dan meningkatkan kinerja mereka.
Itu yang dilakukan CEO
P&G, A.G. Lafley. Awal 2000an, saat pertama menjabat CEO, Lafley memperkenalkan
pendekatan transformational leadership untuk membantu meningkatkan kinerja
perusahaan dan memperkuat budaya perusahaan. Salah satu praktek utama Lafley
adalah memberikan umpan balik yang konstruktif kepada karyawan (Lafley &
Charan, 2008; Charan et al., 2011).
Lafley memperkenalkan
sistem umpan balik yang sangat terstruktur dan terukur yang disebut "Performanse
Dialogues" di P&G. Sistem ini melibatkan karyawan dalam proses
evaluasi kinerja mereka dan memungkinkan mereka untuk menerima umpan balik yang
terstruktur dan terukur dari atasan mereka.
Sistem ini dirancang
untuk membantu karyawan mengembangkan kemampuan mereka dan mencapai potensi
mereka yang sebenarnya. Selain itu, Lafley juga mendorong karyawan untuk
memberikan umpan balik konstruktif satu sama lain dan membangun budaya yang
terbuka dan kolaboratif.
Praktek
transformasional leadership seperti ini membantu P&G untuk memperkuat
budaya perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan. Dengan sistem umpan balik
yang terukur dan terstruktur, karyawan dapat mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan mereka, serta menetapkan tujuan yang lebih jelas dan terukur. Ini
membantu mereka meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan individu dan
perusahaan secara lebih efektif.
Strategi Kelima: Memberikan
Tantangan
Pemimpin
transformasional juga sering kali memberikan tantangan dan tugas yang menantang
untuk pengikutnya (Burns, 1978; Howell & Avolio, 1993; Shamir et al., 1993;
Conger & Kanungo, 1998; Bass & Riggio, 2006). Tantangan ini mendorong
pengikutnya untuk berkembang dan mencapai tujuan yang lebih tinggi. Dengan
memberikan tantangan yang sesuai dengan kemampuan pengikutnya, pemimpin
transformasional dapat memotivasi mereka untuk melampaui batas-batas mereka dan
mencapai potensi tertinggi mereka.
Pada 1997, Apple mengalami
kesulitan keuangan yang signifikan dan telah kehilangan arah strategis serta visi
masa depannya. Pada situasi seperti itu, Steve Jobs diangkat kembali sebagai
CEO Apple. Jobs memulai dengan merumuskan kembali visi dan tujuan jangka
panjang perusahaan dan membuat strategi baru untuk mencapainya. Dia menekankan
pentingnya inovasi, kualitas produk, dan pengalaman pengguna yang superior.
Jobs menantang para
ekseskutif dan stafnya untuk memperbaiki kinerja perusahaan (Bass & Riggio, 2006). Namun di sisi lain, Jobs
memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk bekerja keras dan mencapai tujuan
bersama perusahaan. Dia menunjukkan komitmen dan integritas yang kuat terhadap
visi dan nilai-nilai perusahaan dan menantang karyawan untuk berpikir kreatif
dan berani dalam menghadapi tantangan.
Selain itu, Jobs
memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk membantu karyawan
mencapai tujuan perusahaan. Dia membentuk tim yang terdiri dari orang-orang
yang paling kompeten dan berdedikasi di industri teknologi, dan memberikan
sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan produk-produk yang inovatif dan
berkualitas tinggi.
Dalam upayanya untuk
memberikan tantangan pada Apple, Jobs menggunakan praktek-praktek
transformational leadership seperti menciptakan visi jangka panjang yang jelas,
memberikan motivasi dan inspirasi, serta memberikan dukungan dan sumber daya
yang diperlukan. Dengan strategi dan praktek ini, Jobs membantu Apple keluar
dari krisis keuangan dan menjadi perusahaan teknologi terbesar dan paling
inovatif di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar