Di era yang semakin kompetitif ini, pemahaman terhadap pendapat dan preferensi konsumen menjadi suatu keharusan dalam merumuskan strategi penjualan produk. Dalam konteks ini, survei memainkan peran krusial.
Namun, dari pengalaman seorang peneliti padi di IRRI, Filipina, realitas menunjukkan bahwa hasil survei bisa menjadi labirin penyesatan jika pertanyaannya tidak disusun dengan cermat dan obyektif. Jadi, bagaimana sebenarnya kita menerjemahkan suara konsumen melalui survei? Ini adalah kisah yang menggali lebih dalam tentang peran survei dan tantangan interpretasi di baliknya.
Survei, sebagai alat
untuk memahami pendapat dan preferensi konsumen, memiliki potensi yang
signifikan dalam menentukan arah kebijakan atau strategi penjualan sebuah
produk. Tetapi, dalam praktiknya, interpretasi hasil survei bisa menjadi rumit
dan bahkan menyesatkan jika penyusunan pertanyaannya tidak dilakukan dengan
hati-hati dan obyektif.
Pagi ini, di group WA,
seorang teman yang kini bekerja di pusat penelitian padi (IRRI) di Filipina menceritakan
pengalamannya tentang survey. Suatu ketika dia membaca laoran hasil survei yang
dilakukan pada konsumen produk organik dan Organisme Hasil Rekayasa Genetik
(GMO).
Survei pertama yang
dilakukan terhadap konsumen di California menunjukkan preferensi utama pada
produk organik yang bebas pestisida daripada non-GMO. Padahal, seperti yang dia
yakini, pada kenyataannya, label non-GMO menjadi daya tarik utama di pasar
global. Dalam penafsiran dia, setelah membaca hasil survey itu, hasil survei
tidak selalu mencerminkan realitas pasar.
Lebih lanjut, survei
kedua yang dilakukan oleh ahli komunikasi membuktikan bagaimana framing
pertanyaan bisa mempengaruhi hasil survei. Dengan hanya mengubah sudut pandang
pertanyaan, respons konsumen terhadap produk GMO dan non-GMO berubah drastis.
Artinya, pengetahuan dan persepsi konsumen dapat sangat dipengaruhi oleh cara
sebuah pertanyaan disajikan.
Dalam survei terakhir,
konsumen Eropa tampaknya menolak adanya DNA rekombinan dalam makanan mereka.
Tetapi, ketika ditanya lebih lanjut, hanya sebagian kecil yang benar-benar
paham bahwa semua tanaman memiliki DNA. Ini menggarisbawahi betapa rendahnya
pemahaman konsumen tentang topik ini dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi
jawaban mereka dalam survei.
Dari ketiga contoh
ini, terungkap bahwa framing dan penyusunan pertanyaan dalam survei sangat
mempengaruhi hasilnya. Dalam konteks ini, penting bagi peneliti untuk menyusun
pertanyaan survei yang netral dan dirancang untuk memahami apa yang sebenarnya
diinginkan konsumen. Menyesatkan atau mempengaruhi konsumen untuk menjawab
sesuai keinginan peneliti hanya akan menghasilkan data yang tidak akurat dan
berpotensi merusak kepercayaan konsumen.
Dengan kata lain,
survei harus disusun dengan pemahaman yang mendalam tentang subjek dan audiens
yang dituju. Hanya dengan cara ini, data yang diperoleh dari survei dapat
mencerminkan realitas yang sebenarnya dan memberikan wawasan yang berharga.
Kesimpulannya, peran kritis survei dalam memahami konsumen menuntut
obyektivitas, kejujuran, dan transparansi dalam proses penyusunan dan
interpretasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar