Dalam dunia yang sering kali terbelah oleh perbedaan, ada satu prinsip yang mendobrak tembok pemisah: *Disagree and commit*. Pemikiran revolusioner ini bukan hanya mengubah cara kita berdiskusi, tapi juga bagaimana kita bersatu demi mencapai tujuan bersama.
Di tengah dinamika
kerja tim yang sering kali diwarnai oleh perdebatan panjang dan melelahkan,
muncul sebuah prinsip yang menawarkan solusi efisien: _"Disagree and
commit"_ atau _"Setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen"._
Prinsip ini bukan sekadar jargon, melainkan filosofi praktis yang mengajarkan
kita untuk menghargai proses pembelajaran dari ketidaksepakatan sambil tetap
bergerak maju bersama.
Dalam sebuah organisasi
atau tim, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah. Namun, pada titik
tertentu, keputusan harus diambil. Di sinilah "setuju untuk tidak setuju
dan berkomitmen" berperan sebagai jembatan yang memungkinkan transisi dari
perbedaan menuju aksi kolektif.
Dalam hierarki
perusahaan, seringkali individu dengan posisi lebih tinggi yang membuat
keputusan terakhir. Namun, kebijaksanaan tidak selalu berpihak pada mereka yang
berada di puncak. Terkadang, mereka yang lebih dekat dengan 'kebenaran
lapangan' memiliki perspektif yang lebih akurat terhadap situasi yang dihadapi.
Jeff Bezos, pendiri
Amazon, dalam masterclassnya tentang resolusi konflik, memaparkan betapa
seringnya dia harus berada dalam posisi dimana dia tidak sepenuhnya setuju
dengan usulan timnya. Namun, bukannya menghalangi, dia memilih untuk memberi
kepercayaan—berkomitmen—pada keputusan tersebut.
Komitmen ini bukanlah
tanpa syarat; itu adalah taruhan pada kepercayaan dan pengalaman kolega yang
memungkinkan tim untuk bergerak maju, meski dalam ketidakpastian.
Prinsip ini juga
mencerminkan pengakuan bahwa tidak semua keputusan hitam dan putih. Ada
momen-momen dimana kebenaran tidak sepenuhnya terungkap, dan dalam situasi
seperti itu, kompromi atau kekerasan kepala tidak akan membawa kita pada solusi
yang efektif.
"Setuju untuk tidak setuju dan
berkomitmen" menjadi pendekatan yang mengedepankan pencarian kebenaran
melalui aksi bersama, bukan melalui kelelahan atau setengah-setengah.
Dalam praktiknya,
"setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen" menghimbau kita untuk
melampaui ego, mengakui bahwa ada saatnya pandangan kita mungkin tidak lengkap,
dan bahwa keputusan kolektif—dibuat dengan cepat dan tanggung jawab—adalah
kunci untuk mempertahankan kecepatan dan efisiensi.
Ini adalah tentang
membangun budaya kerja dimana keputusan diambil tidak hanya atas dasar
konsensus semu, tetapi melalui komitmen bersama untuk mencapai hasil yang
optimal.
Amazon, sebagai
contoh, dengan karyawan sejuta lebih, tetap cepat dan tangkas bukan karena
kurangnya perbedaan, melainkan karena adanya komitmen untuk maju bersama meski
terdapat perbedaan. Ini adalah pembuktian bahwa kecepatan dan keputusan
berkualitas tinggi bukanlah produk dari keseragaman pendapat, tetapi hasil dari
prinsip "setuju untuk tidak setuju dan berkomitmen" yang telah
tertanam dalam budaya mereka.
Prinsip ini, pada
intinya, adalah sebuah pujian terhadap kerja sama, sebuah pengakuan bahwa dalam
keragaman pendapat terdapat potensi sinergi yang besar, asalkan kita berani
berkomitmen untuk mengejar tujuan bersama.
*Rempoa, 3 Januari 2024*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar